Books Review · Self Development · Student Life · Thought · Traveling

Books Review : Diary Awardee LPDP , by : Tamara Yuanita


Jika kau tak tahan lelahnya belajar, maka engkau akan menanggung perihnya kebodohan ( Imam syafii)

Saya selalu ingat nasehat imam syafii yang satu ini terutama ketika saya merasa berat saat menjalani proses belajar. Yah belajar memang tidak mudah. Apalagi seseorang yang sedang belajar di luar negeri. Dinamika prosesnya pasti akan berbeda dengan di Indonesia. Perbedaan ini sangat dirasakan oleh Tamara Yuanita salah seorang Awardee Lpdp angkatan 57. Beliau berhasil menceritakan pengalaman belajar yang berbeda  di salah satu kampus terbaik dunia, NTU (Nanyang Technological University) Singapura. Secara detail Penulis memberikan gambaran situasi perkuliahan disana.

Diawali dengan cerita saat Tamara berhasil memperoleh beasiswa LPDP dan terbang ke Singapura. Secara geografis singapore luasnya hanya
721,5 km² dan letaknya berdekatan Indonesia. Namun kondisi budaya masyarakatnya sudah berbeda. Sebagai anak perantauan, Tamara harus cepat beradaptasi dengan lingkungan sosial yang multiculture, Bahasa,  Sistem Negara Singapura dan memilih makanan halal. Penulis juga menceritakan fasilitas dan keuntungan saat menjadi mahasiswa NTU. Selain itu, banyak cerita lucu dan menarik yang membuat saya ketawa membayangkannya. Salah satunya saat Tamara terus-terusan makan di warung India. Penjual di warung tersebut merasa jumawa karena ada pelanggan yang sangat loyal. Padahal Tamara hanya makan karena warung india tersebut yang mencantumkan label halal.   

Selama membaca buku ini, saya mendapatkan pengetahuan bahwa kuliah di jurusan Technopreneurship and Innovation Program tidak hanya soal teori. Tapi juga banyak praktek/simulasi bisnis untuk mengasah kemampuan kerja sama pada kondisi multiculture, bagaimana bernegosiasi, pitching ke investor, pemahaman terhadap bisnis proses, strategic thinking, innovasi dan lainnya yang berhubungan dengan bisnis startup. Selama menjalani program, Tamara dibimbing oleh tenaga pendidik yang kompeten di bidang startup. Penulis menceritakan betapa ketatnya kompetisi diantara mahasiswa yang mayoritas berasal dari China. Bahkan hanya untuk mendapatkan kelompok untuk mengerjakan tugas besar/proyek sangat terasa kompetisinya. Dari sini saya mendapatkan lesson learned, bahwa bahasa menjadi kunci yang paling penting. Oleh karena itu, IELTS dengan score minimum 6.5 menjadi syarat utama saat akan menjalani studi di luar negeri. Meskipun di Singapore menggunakan Singlish (Singapore english), namun dengan memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang cukup akan memudahkan kita untuk menjalani kehidupan perkuliahan dengan baik. Karena kesuksesan tidak hanya ditentukan apa yang ada diatas kertas, Namun bagaimana kita mampu bersosialisasi. Agar bisa bersosialisasi lebih baik dengan teman-teman dari mancanegara, ya jelas menguasai Bahasa negara tujuan studi.

Dibuku ini juga memaparkan bagaimana situasi lingkungan dan kebiasaan warga negara Singapura sehari-hari yang mungkin dapat membuka paradigma dan persiapan studi kita. Saya jadi ingat saat saya traveling ke Singapura. Singapura memang panas, namun buat jalan kemana-mana relatif lebih mudah. Moda transportasinya sudah maju dengan MRT-nya. Sayapun tidak menggunakan guide, cukup Google atau bertanya dengan warga lokal. Dari segi bahasa, selama kita bisa berbicara dalam Bahasa Inggris, rasanya tidak terlalu sulit untuk berinteraksi dengan orang lokal. Buat traveler pemula, negara ini layak untuk dicoba. Sehingga, sayapun berpikir bila kalian ingin melanjutkan kuliah diluar negeri, Singapura dapat menjadi Pilihan. Selain relatif dekat dengan Indonesia, Kualitas pendidikan Singapura sudah Worldclass. Saya sangat terkesan dengan apa yang dijelaskan penulis tentang sistem belajar mengajar di NTU jurusan Technopreneurship and Innovation program. Apalagi bagian saat penulis menjalani immersion program di USA. Buat saya hal ini sangatlah menarik. Karena bagian ini akan menceritakan bagaimana Tamara menjalani kegiatan di Sillicon valley, Harvard University dan lainnya.

Yang jelas buku Diary LPDP Awardee membuat saya harus dan wajib mempersiapkan segala sesuatunya lebih baik bila suatu saat nanti melanjutkan ke program PhD/DBA di United Kingdom mengikuti jejak Suami. Dengan segala penjelasan yang dipaparkan, kita dapat mengidentifikasi persiapan-persiapan apa saja yang dibutuhkan agar survive sampai akhir perkuliahan. So, bagaimana detail cerita hari demi hari penulis? Bagaimana sikap Tamara menghadapi culture shock, bertahan pada prinsip yang diyakini dan berhasil dalam proses adaptasi? Apa saja yang dilakukan penulis agar sukses hingga akhir perkuliahannya dan lulus dengan baik? Bagaimana dia dapat bertahan melewati turbulance perkuliahan yang sangat padat? semua terangkum melalui buku ini.

Saya rekomendasikan buku ini buat yang mau mempersiapkan diri untuk melanjutkan studi di luar negeri terutama Singapura.

  • Judul Buku : Diary Awardee LPDP
  • Penerbit : Stiletto Indie Book
  • Harga : 64.000
  • Info pemesanan : Instragram @mrsnahla.library
  • Link : https://bit.ly/2QEQ79r


Leave a comment